Pelajaran Pertama
Nasehat Seorang Pendidik
Wahai anakku, semoga Allah menunjukkan
kepadamu amalan yang saleh. Sesungguhnya kamu bagiku bagaikan anak
kandung dengan ayahnya sendiri. Aku bahagia kalau kamu sehat, memiliki
pengertian yang kuat, hati yang bersih, berakhlak mulia, menjauhi
perbuatan tercela, lembut tutur bahasa dan perbuatanmu, dicintai
kawan-kawanmu, menyantuni kaum fakir, mengasihi orang-orang lemah, suka
memaafkan kekhilafan dan kesalahan orang lain, tidak meremehkan
kewajiban shalat fardu dan tidak meremehkan ibadah kepada Tuhanmu.
Wahai anakku, jikalau kamu menerima
nasehat, maka akulah yang paling berhak kamu terima nasehatnya. Aku
adalah gurumu, pendidik dan Pembina rohanimu. Kamu tidak akan menjumpai
orang yang lebih memperhatikan kebaikanmu selain aku.
Wahai anakku, sesungguhnya akau adalah
penasehat terpercaya bagimu. Terimalah nasehat-nasehat yang kuberikan
kepadamu. Berbuat baik terhadapku, teman-temanmu maupun dirimu sendiri.
Wahai anakku, bila kamu tidak
melaksanakan nasehatku di saat sendirian, kecil kemungkinan bagimu
mempraktekannya di kala kamu berada di antara teman-temanmu.
Wahai anakku, jika kamu tidak
menjadikanku panutanmu, kepada siapakah kamu mencontoh? Dan untuk apa
kamu bersusah-payah duduk dihadapanku?
Wahai anakku, sesungguhnya guru tidak
mencintai (murid) kecuali yang shalih dan beradab. Apakah kamu rela
kalau guru dan pendidikmu tidak meridhaimu dan tidak berharap atas
kebaikanmu?
Wahai anakku, sesungguhnya aku sangat
menyukai kebaikan bagimu, maka bantulah aku menyampaikan kebaikan itu
kepadamu dengan (cara) kamu mentaati dan melaksanakan akhlak karimah
yang kuperintahkan kepadamu.
Wahai anakku, akhlak yang baik adalah
perhiasan setiap orang bagi dirinya, teman-teman, keluarga dan
masyarakatnya. Jadilah kamu anak yang berakhlak baik niscaya kamu akan
dihormati dan dicintai setiap orang.
Wahai anakku, kalau budi pekertimu yang
mulia tidak menghiasi ilmu pengetahuanmu, maka ilmu pengetahuanmu itu
lebih berbahaya daripada kebodohanmu, karena orang bodoh mendapatkan
dispensasi (rukhshah) sebab kebodohannya, tetapi orang alim yang tidak
mengias diri dengan akhlak mulia tidak akan diampuni orang.
Wahai anakku, janganlah kamu bersandar
pada pengawasanku. Sebab pengawasanmu terhadap dirimu sendiri lebih
utama dan lebih bermanfaat daripada pengawasanku.
Wahai anakku, Rasulullah SAW. Bersabda: “Sesungguhnya
Allah mensucikan agama ini (Islam) karena diri-Nya. Tidak akan suci
agamamu kecuali dengan sifat dermawan dan baik budi pekerti. Hiasilah
agamamu dengan keduanya.” (HR. Ath-Thabrani dari Imran bin Hushain.). Imam Suyuthi menyatakan bahwa hadis itu dha’if.
Belum ada tanggapan untuk "Pelajaran Dasar Tentang Akhlak (Washaya Al-Ibaa' Lil Abnaa' )"
Posting Komentar